Lompat ke isi

Sejarawan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Herodotus (ca 484–ca 425 BC), sejarawan Yunani yang hidup pada abad ke-5 SM dan karyanya selamat sampai saat ini.

Sejarawan adalah orang yang mempelajari dan menulis mengenai masa lalu, dan dianggap sebagai narasumber tepercaya di bidang tersebut.[1] Sejarawan memperhatikan narasi dan penelitian yang berkelanjutan dan metodis mengenai masa lalu yang berkaitan dengan umat manusia, serta kajian semua sejarah pada masanya. Jika seorang sejarawan tertarik dengan peristiwa sebelum sejarah tertulis, dia adalah sejarawan prasejarah. Sebagian sejarawan diakui berdasarkan publikasi atau pelatihan dan pengalamannya.[2] "Sejarawan" menjadi pekerjaan profesional pada akhir abad ke-19 setelah universitas riset bermunculan di Jerman dan wilayah lainnya.

Sejarawan pertama yang diketahui berpikir kritis adalah Thukidides. Ia berusia 25 tahun ketika Perang Peloponnesos terjadi. Dalam perang ini, Thukidides ditugaskan sebagai jenderal yang memimpin pasukan Kota Athena di Trakia. Saat Thukidides mulai menulis sejarah Perang Peloponnesos, ia menjadikan dirinya sebagai pemeran dalam sejarah tersebut berdasarkan pada pengalamannya. Dalam menulis sejarah, ia bersifat kritis karena menceritakan caranya mengumpulkan bahan-bahan kesejarahan dan memisahkan daya khayal dalam tulisannya. Pidato-pidato para tokoh sejarah yang ditulisnya dibuat semirip mungkin dengan ucapan aslinya yang dia dengar.[3]

Karakteristik

[sunting | sunting sumber]

Pembuatan daftar periode waktu

[sunting | sunting sumber]

Permasalahan utama di dalam sejarah adalah waktu dan peristiwa. Karena itu, kecenderungan utama dari sejarawan adalah membuat daftar periode waktu.[4]

Keberpihakan

[sunting | sunting sumber]

Sejarawan akan cenderung mengurangi kebenaran sejarah ketika berkaitan dengan penulisan sejarah perkembangan negaranya. Kecenderungan ini umumnya terjadi ketika suatu negara baru saja mengalam krisis nasional, berada dalam masa perang atau baru saja mengakhiri peperangan. Sejarah yang ditulis sejarawan pada masa-masa ini diubah dan disesuaikan sehingga dapat menimbulkan rasa bangga dari warga negara atas kaum pahlawan dari negaranya. Kecenderungan sejarawan untuk melakukan penyesuaian khususnya pada pengajaran sejarah.[5]

Pekerjaan utama sejarawan adalam menyusun ulang peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau. Peristiwa ini berkaitan dengan manusia. Sejarawan melakukannya dengan menggunakan metode sejarah dan historiografi. Masa lampau dari manusia dapat dijadikan sebagai sejarah jika rumusan atas pertanyaan pokok kesejarahan telah ditetapkan. Sejarawan tetap mengalami kesulitan-kesulitan dalam menetapkan sejarah. Karena kejadian-kejadian di masa lampau sama sekali tidak dapat diceritakan sama persis seperti aslinya.[6]

Penafsiran hubungan

[sunting | sunting sumber]

Sejarawan berusaha menafsirkan mengenai apa dan bagaimana suatu peristiwa sejarah dapat terjadi. Dalam penafsiran ini, sejarawan membedakan antara yang menjadi dan yang terjadi. Sejarawan menetapkan yang menjadi dari sesuatu hal yang sifatnya berubah atau dapat muncul. Sementara yang terjadi ditetapkan berdasarkan sesuatu yang sifatnya tidak berubah.[7]

Tiap sejarawan dapat mengisahkan sebuah peristiwa sejarah yang sama dengan kisah yang berbeda. Perbedaan ini tidak terletak pada sumber-sumber data sejarah yang digunakan. Namun, berbeda pada cara penafsiran dan penyimpulan dari sumber-sumber data sejarah tersebut.[8]

Kategorisasi

[sunting | sunting sumber]

Sejarawan dapat dikategorikan menjadi sejarawan informal dan sejarawan akademis.[9] Sejarawan akademis disebut juga sebagai sejarawan profesional. Mereka menempuh pendidikan formal di dalam lembaga pendidikan sejarah. Ilmu yang mereka pelajari berasal dari metodologi ilmiah dan teori-teori ilmiah di bidang sejarah. Sementara sejarawan informal disebut juga sejarawan amatir. Mereka tidak menempuh pendidikan formal di dalam lembaga pendidikan sejarah. Namun, mereka menempuh pendidikan formal lain seperti hukum, eksakta atau agama. Sejarawan informal disebut sejarawan jika mereka meminati bidang ilmu sejarah. Sejarawan dari masyarakat umum juga disebut sebagai sejarawan informal.[10]

Sejarawan akademis dan sejarawan informal semakin jelas perbedaannya sejak tahun 1960. Pada masa ini, terdapat dua fitur utama yang mengembalikan kajian tentang sejarah lokal. Keduanya adalah pergeseran lingkup sejarah sosial dan perubahan drastis dalam gaya penulisan akademik. Sejarah sosial tidak lagi mencakup lingkungan yang luas hingga ke skala nasional. Namun beralih ke sejarah lokal dengan lingkup yang lebih sempit. Penyempitan lingkup ini untuk memberikan pembedaan yang jelas antara sejarah lokal dan sejarah nasional. Fitur gaya penulisan akademis sebaliknya berkembang dengan penggunaan berbagai metodologi dan bahasa dalam ilmu sosial. Sejarawan profesional mulai memanfaatkan antropologi, linguistik dan ilmu politik.[11]

Sejarawan akademis juga selalu dikaitkan dengan sejarah tinggi. Sebaliknya, sejarawan informal selalu dikaitkan dengan sejarah rendah. Sejarah tinggi adalah sejarah yang penjelasannya memerlukan kemampuan di bidang ilmu sejarah sampai pada tahap publikasi. Sementara sejarah rendah adalah sejarah yang penjelasannya bersifat sangat umum.[12]

Pembedaan antara sejarawan akademis dan sejarawan profesional dapat tidak berlaku pada sejarah lokal. Kondisinya pada saat wawasan sejarah untuk sejarawan akademis tidak dapat diperoleh selain dari wawasan sejarah dari sejarawan informal tentang sejarah lokal. Kerja sama terjadi di antara keduanya melalui peletakan dasar historiografi sejarawan informal untuk studi akademis suatu komunitas yang diteliti sejarahnya.[13]

Bersikap kritis

[sunting | sunting sumber]

Setiap sejarawan mulai berpikir atau menjelaskan suatu peristiwa dengan menyertakan pra-konsepsi, asumsi, serta generalisasi pengalaman yang ia bawa bersamanya dan terbawa dalam karyanya. Hal-hal tersebut merupakan sesuatu yang niscaya dimiliki oleh sejarawan. Karena pikiran sejarawan tidak ada yang kosong. Karena hal ini, aturan pertama bagi sejarawan adalah keharusan menjaga sikap kritis pada asumsi-asumsi dan pra-konsepsinya sendiri. Aturan ini mencegah dari pengabaian atas keberadaan dari bukti atau adanya hubungan kesejarahan.[14]

Keyakinan atas saksi

[sunting | sunting sumber]

Para sejarawan sebelum masa modern menggunakan akal sehat mereka untuk menetapkan saksi sejarah yang dapat dipercayai. Aturannya adalah tidak semua saksi dapat dipercayai keterangannya. Namun pada masa ini tidak semua sejarawan bersikap kritis terhadap bahan historiografi dan penulisan sejarah. Kritik atas sejarah baru dimulai pada abad ke-17 M. Penyempurnaannya baru selesai pada apad ke-19 dengan perkembangan metode sejarah yang membuat sejarah ilmiah. Sejarah ilmiah ini disebut pula sebagai sejarah kritis atau sejarah empiris. Awal mulanya dari Leopold von Ranke di Jerman dengan pernyataan bahwa sejarah hanya ditulis sesuai dengan apa yang benar-benar terjadi.[15]

Prosedur kerja

[sunting | sunting sumber]

Penemuan jejak-jejak sejarah

[sunting | sunting sumber]

Penemuan jejak-jejak sejarah adalah usaha pertama yang dilakukan oleh sejarawan untuk menulis sejarah. Jejak-jejak sejarah merupakan istilah yang diperkenalkan oleh dua orang, yaitu Charles-Victor Langlois dan Charles Seignobos. Tujuan pencarian jejak-jejak sejarah adalah menghubungkan peristiwa-peristiwa yang menjadi bagian dari sejarah.[16]

Tanpa keberadaan jejak-jejak sejarah, sejarawan tidak dapat membahas mengenai peristiwa sejarah sama sekali. Bentuk dari jejak-jejak sejarah antara lain artefak, tulisan dan informasi lisan. Setelah ada bukti, sejarawan baru dapat menuliskannya sebagai sejarah yang dapat dibaca. Jejak-jejak sejarah ini tidak dapat menyampaikan peristiwa sejarah melalui dirinya sendiri. Penafsiran dari sejarawan tetap diperlukan untuk memperoleh kebenaran faktual yang sifatnya jelas. Sekumpulan fakta ini kemudian menjadi sebuah kisah sejarah.[17]

Pengumpulan sumber sekunder

[sunting | sunting sumber]

Sejarawan memulai penelitian sejarah menggunakan sumber-sumber sekunder. Alasannya adalah sumber-sumber sekunder lebih mudah didapatkan. Sumber-sumber sekunder menjadi bagian dari rencana penelitian dan ditetapkan sebagai dugaan sementara yang dapat dirumuskan.[18]

Pembuat sejarah

[sunting | sunting sumber]

Sejarawan merupakan pembuat sejarah. Suatu peristiwa sejarah hanya akan menjadi sejarah jika ada sejarawan yang tertarik untuk meneliti dan menuliskannya. Sejarawan memberikan sumber data mengenai peristiwa sejarah sehingga dapat dibaca oleh pembaca. Penulisan sejarah oleh sejarawan melalui proses logis yang dapat dipahami oleh pembacanya.[19]

Pendidikan dan profesi

[sunting | sunting sumber]
Peter R.L Brown, sejarawan profesional periode Zaman Kuno Akhir dan Abad Pertengahan.

Gelar sarjana ilmu sejarah sering dijadikan batu loncatan untuk lulus studi pascasarjana di ilmu ekonomi dan hukum. Banyak sejarawan dipekerjakan di universitas dan fasilitas lainnya untuk pendidikan pascasarjana.[20] Sebagai tambahan, lumrah bagi perguruan tinggi atau universitas mensyaratkan gelar Doktor atau PhD bagi karyawan purna waktunya. Tesis ilmiah seperti studi doktoral, sekarang dianggap sebagai kualifikasi dasar bagi sejarawan profesional. Meski begitu, sebagian sejarawan masih mendapat pengakuan berdasarkan terbitan karya (ilmiah) dan penghargaan sejawat dari badan akademik seperti Royal Historical Society. Publikasi semakin dipersyaratkan oleh perguruan kecil, sehingga karya kelulusan menjadi artikel jurnal dan disertasi doktoral menjadi monografi terbitan. Pengalaman mahasiswa pascasarjana di Amerika Serikat menjadi sulit karena untuk menyelesaikan studi doktoralnya rata-rata memakan waktu 8 tahun atau lebih, serta jarang ada pendanaan kecuali di beberapa universitas kaya. Menjadi asisten pengajar di mata kuliah menjadi persyaratan di beberapa program; di tempat lain itu menjadi kesempatan yang diberikan kepada sebagian kecil mahasiswanya. Sampai 1970-an, jarang ada program pascasarjana yang mengajarkan bagaimana cara mengajar; karena asumsinya mengajar itu mudah dan belajar mengerjakan penelitian adalah tugas utamanya.[21][22]

Sejarawan profesional biasanya bekerja di perguruan tinggi, pusat kearsipan, agensi pemerintah, museum, penulis lepas, dan konsultan.[23] Pasar kerja bagi lulusan doktoral ilmu sejarah sangat sedikit dan menjadi semakin buruk, banyak di antaranya bekerja paruh waktu membantu mengajar dengan bayaran rendah dan ketiadaan tunjangan.[24]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referenai

[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Historian". Wordnetweb.princeton.edu. Diakses tanggal 27 Juni 2008. 
  2. ^ Herman, A. M. (1998). Occupational outlook handbook: 1998-99 edition. Indianapolis: JIST Works. hlm. 525.
  3. ^ Herlina 2020, hlm. 5.
  4. ^ Sanusi, Anwar (2013). Pengantar Ilmu Ilmu Sejarah. Cirebon: Syekh Nurjati Press. hlm. 1. ISBN 978-602-98231-3-4. 
  5. ^ Gottschalk, Louis (2015). Mengerti Sejarah. Diterjemahkan oleh Notosusanto, Nugroho. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. hlm. 1. ISBN 979-8034-27-9. 
  6. ^ Herlina 2020, hlm. 2.
  7. ^ Herlina 2020, hlm. 4.
  8. ^ Warsino dan Hartatik 2018, hlm. 9.
  9. ^ Amin, M. Yakub (2015). Historiografi Sejarawan Informal: Review atas Karya Sejarah Joesoef Sou’yb (PDF). Medan: Perdana Publishing. hlm. 2. ISBN 978-602-6970-03-9. 
  10. ^ Miftahuddin 2020, hlm. 12.
  11. ^ Miftahuddin 2020, hlm. 6.
  12. ^ Miftahuddin 2020, hlm. 12-13.
  13. ^ Miftahuddin 2020, hlm. 13.
  14. ^ Santosa, Nyong Eka Teguh Iman (2014). Sejarah Intelektual: Sebuah Pengantar (PDF). Sidoarjo: UruAnna Books. hlm. 8. ISBN 978-602-70561-1-4. 
  15. ^ Warsino dan Hartatik 2018, hlm. 8.
  16. ^ Herlina 2020, hlm. 7.
  17. ^ Warsino dan Hartatik 2018, hlm. 5.
  18. ^ Herlina 2020, hlm. 27.
  19. ^ Warsino dan Hartatik 2018, hlm. 6.
  20. ^ Bls.gov: Social Scientists, Other Diarsipkan August 30, 2009, di Wayback Machine.
  21. ^ Michael Kammen, "Some Reminiscences and Reflections on Graduate Education in History, Reviews in American History Volume 36, Number 3, Sept 2008 pp. 468-484 DOI:10.1353/rah.0.0027
  22. ^ Walter Nugent, "Reflections: "Where Have All the Flowers Gone . . . When Will They Ever Learn?", Reviews in American History Volume 39, Number 1, March 2011, pp. 205-211 DOI:10.1353/rah.2011.0055
  23. ^ Anthony Grafton and Robert B. Townsend, "The Parlous Paths of the Profession" Perspectives on History (Sept. 2008) online
  24. ^ Robert B. Townsend and Julia Brookins, "The Troubled Academic Job Market for History." Perspectives on History (2016) 54#2 pp 157-182 echoes Robert B. Townsend, "Troubling News on Job Market for History PhDs," AHA Today Jan. 4, 2010 online Diarsipkan 2011-01-16 di Wayback Machine.

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]

Bacaan lebih lanjut

[sunting | sunting sumber]
  • The American Historical Association's Guide to Historical Literature ed. by Mary Beth Norton and Pamela Gerardi (3rd ed. 2 vol, Oxford U.P. 1995) 2064 halaman; panduan beranotasi dari 27.000 buku sejarah berbahasa Inggris paling berpengaruh di semua bidang dan topik volume 1 daring, volume 2 daring
  • Allison, William Henry. A guide to historical literature (1931) bibligrafi komprehensif untuk kesarjanaan sampai 1930. edisi daring
  • Barnes, Harry ElmerA history of historical writing (1962)
  • Barraclough, Geoffrey. History: Main Trends of Research in the Social and Human Sciences, (1978)
  • Bentley, Michael. ed., Companion to Historiography, Routledge, 1997, ISBN 0415030846 pp; 39 bab oleh ahli
  • Bender, Thomas, et al. The Education of Historians for Twenty-first Century (2003) laporan oleh Committee on Graduate Education of the American Historical Association
  • Breisach, Ernst. Historiography: Ancient, Medieval and Modern, 3rd edition, 2007, ISBN 0-226-07278-9
  • Boia, Lucian et al., eds. Great Historians of the Modern Age: An International Dictionary (1991)
  • Cannon, John, et al., eds. The Blackwell Dictionary of Historians. Blackwell Publishers, 1988 ISBN 0-631-14708-X.
  • Gilderhus, Mark T. History an Historiographical Introduction, 2002, ISBN 0-13-044824-9
  • Iggers, Georg G. Historiography in the 20th Century: From Scientific Objectivity to the Postmodern Challenge (2005)
  • Kelly, Boyd, ed. Encyclopedia of Historians and Historical Writing. (1999). Fitzroy Dearborn ISBN 1-884964-33-8
  • Kramer, Lloyd, and Sarah Maza, eds. A Companion to Western Historical Thought Blackwell 2006. 520pp; ISBN 978-1-4051-4961-7.
  • Todd, Richard B. ed. Dictionary of British Classicists, 1500–1960, (2004). Bristol: Thoemmes Continuum, 2004 ISBN 1-85506-997-0.
  • Woolf D. R. A Global Encyclopedia of Historical Writing (Garland Reference Library of the Humanities) (2 vol 1998) kutipan dan pencarian teks

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]