atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, Klaim bahwa Pandemi Covid-19 Hasil Rekayasa dan Bunuh 1 Miliar Orang

Sabtu, 6 Juli 2024 16:26 WIB

Keliru, Klaim bahwa Pandemi Covid-19 Hasil Rekayasa dan Bunuh 1 Miliar Orang

Sebuah akun di Instagram [arsip] mengunggah video dengan klaim bahwa empat tahun pandemi Covid-19 telah berlalu dengan 1 miliar orang meninggal karena malpraktek perawatan rumah sakit. Vaksin yang rekomendasi Bill Gates juga diklaim menelan tumbal hingga sekarang.

Akun tersebut membagikan potongan video Tifauzia Tyassuma bersama Dharma Pongrekun dalam sebuah acara. Dalam video itu, Tifauzia mengatakan bahwa tubuh manusia itu sempurnanya luar bisa dan tidak ada penyakit yang tidak bisa disembuhkan, kecuali kematian.

Benarkah 1 miliar orang meninggal karena plandemi? Berikut pemeriksaan faktanya.

PEMERIKSAAN FAKTA

Tim Cek Fakta Tempo memverifikasi klaim dalam video ini dengan menelusuri sumber terbuka dari media kredibel dan jurnal kesehatan.

Berdasarkan penelusuran Tempo, cuplikan video yang diunggah pada akun Instagram itu identik dengan tayang langsung di YouTube Migran Tv, 26 November 2023. Video tersebut merupakan konferensi pers Gerakan Sehat Untuk Rakyat Indonesia  yang berlangsung di Jakarta. Tampak dalam video tersebut Dharma Pongrekun dan Tifauzia Tyassuma.

Dalam arsip Cek Fakta Tempo, Dharma Pongrekun kerap melontarkan klaim yang setelah diperiksa terbukti menyesatkan. Ia kerap memberikan komentar pada isu vaksinasi dan kesehatan. Satu diantaranya tentang “WHO Pandemic Treaty Tanam Chip 666 dalam Tubuh Manusia”.

Keterangan video ini menyebutkan kata “Plandemi”. Dilansir New York Times, kata "Plandemic" adalah plesetan dari istilah pandemi yang diklaim rekayasa manusia. Sebutan plandemi mulai beredar di media sosial melalui video di facebook, youtube, vimeo dan laman-laman web pada Mei  2020, pertama kali dilontarkan oleh  Mikki Willis, seorang produser film yang membuat film berjudul Plandemi.

Tempo tidak menemukan lagi video ini di media sosial. Dilansir CBS, video Plandemi dihapus karena melanggar peraturan komunitas. Juga karena dianggap menyebarkan klaim palsu yang dapat membahayakan orang lain.

YouTube mengatakan bahwa mereka menghapus video tersebut karena "saran diagnostik yang tidak berdasar secara medis", dan video ini dihapus karena membuat klaim tentang penyembuhan Covid-19, meskipun tidak didukung oleh organisasi kesehatan.

Dalam laporan WHO, sejak pertama kali ditemukan pada Desember 2019 hingga 16 Juli 2024, Covid-19 menyebabkan 7,051,876 (7 juta lebih) kematian secara global pandemi. Di Indonesia, data Kementerian Kesehatan mencatat 160,49 ribu orang meninggal akibat Covid-19.  

Tentang Fauci

Fauci, yang disebutkan pada unggahan ini merujuk Anthony Fauci, mantan Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular (NIAID) Amerika Serikat. Saat pandemi Covid-19 tahun 2019-2022, Fauzi mendorong rekomendasi banyak kebijakan untuk menghentikan penyebaran virus penyebab Covid-19, salah satunya tentang penggunaan masker.

Pada April 2020, lembaga yang dipimpinnya,  Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, merekomendasikan agar semua orang mengenakan penutup wajah di tempat umum karena penularan virus dari pembawa virus tanpa gejala. Ia juga mendorong penggunaan masker universal. Arsip data terbuka menunjukkan bahwa Fauci pernah bekerja di National Institutes of Health (NIH) sejak tahun 1968 dan menjadi direktur National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID) sejak tahun 1984. Ia jadi penasehat tujuh presiden AS tentang ancaman penyakit menular seperti HIV dan AIDS; virus West Nile, Ebola, dan Zika; dan banyak lagi. Namun namanya kini tidak tercantum dalam laman web Laboratorium Imunoregulasi.

Sedangkan Bill Gates, dikenal sebagai pendiri Microsoft, perusahaan teknologi terkemuka di dunia. Ia sering menjadi target kelompok teori konspirasi tentang pandemi dan vaksin. Namun, berbagai klaim tersebut tidak didukung bukti yang sahih. 

Tentang Vaksinasi Wajib

Dilansir Kementerian KesehatanTerkait, pemberian imunisasi wajib (mandatory vaccine) pada anak bertujuan menekan risiko terjadinya wabah penyakit, sakit berat, cacat, dan kematian. Imunisasi juga merupakan upaya pencegahan penyakit dengan memberikan vaksin sehingga terjadi imunitas (kekebalan). Vaksin adalah jenis bakteri atau virus yang sudah dilemahkan atau dimatikan guna merangsang sistem imun dengan membentuk zat antibodi di dalam tubuh. Antibodi inilah yang melindungi tubuh di masa yang akan datang. 

Dilansir laman CDC, pemberian vaksinasi wajib akan  membentuk "kekebalan kelompok" dan dapat membantu menjaga komunitas tetap aman dari ancaman wabah penyakit. Vaksinasi pada  anak sangat penting untuk melindungi anak-anak dari penyakit serius yang dapat menyebabkan cedera atau kematian. 

Vaksin dapat melindungi dari 14 penyakit anak yang berbeda, termasuk campak, batuk rejan, polio, HPV, influenza, dan tetanus. Vaksin juga dapat membantu mencegah penyebaran penyakit kepada orang lain, terutama mereka yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah. 

KESIMPULAN

Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Tempo, video dengan klaim bahwa terdapat 1 miliar kematian karena Covid-19 adalah keliru.

Sejak pertama menyebar pada Desember 2019 hingga 16 Juli 2024, Covid-19 menyebabkan 7,051,876 orang meninggal di seluruh dunia. Termasuk 160,49 ribu jiwa di Indonesia.

Sampai saat ini belum ada bukti yang meyakinkan bahwa pandemi Covid-19 sengaja dibuat atau direncanakan. Komunitas ilmuwan dan pakar kesehatan di seluruh dunia sampai saat ini meyakini bahwa COVID-19 disebabkan oleh infeksi sindrom pernapasan akut parah Coronavirus 2, juga disebut SARS-CoV-2. 

TIM CEK FAKTA TEMPO

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id