'Presidential club' ala Prabowo dikhawatirkan jadi 'klub elite para sultan' - 'Kuncinya ada di Megawati'

Megawati, Prabowo

Sumber gambar, Anton Raharjo/Anadolu Agency via Getty Images

Keterangan gambar, Prabowo Subianto bertamu ke rumah Megawati Soekarnoputri di Jakarta pada 24 Juli 2019. Setelah menang di pilpres 2024, Prabowo disebut mengusulkan ide membentuk klub kepresidenan yang berisi para mantan presiden, termasuk Megawati.
  • Penulis, Viriya Singgih
  • Peranan, BBC News Indonesia

Ide Prabowo Subianto, presiden terpilih periode 2024-2029, untuk membentuk presidential club berisi para mantan presiden dinilai sebagai usaha mengamankan kebijakan pemerintahannya. Namun, bila ini terwujud, pengamat khawatir akan terbentuk "klub elite para sultan" yang menjalankan pemerintahan tanpa mekanisme pengawasan memadai.

Prabowo disebut "serius" menjalankan rencana membentuk klub kepresidenan untuk merangkul para mantan presiden di era Reformasi untuk "melanjutkan semua agenda-agenda pembangunan".

Presiden Joko Widodo menyambut baik ide tersebut, begitu juga mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Namun, kubu Megawati Soekarnoputri menganggap gagasan ini "belum jelas".

Bila klub kepresidenan benar terbentuk, pengamat menilai bisa terbentuk "koalisi gendut" pemerintahan yang memudahkan Prabowo merumuskan kebijakan tanpa perlawanan berarti di parlemen.

Risikonya, kata pengamat, klub itu hanya akan jadi "klub elite" yang memunculkan "oligarki politik luar biasa".

Prabowo, SBY, Jokowi

Sumber gambar, ADEK BERRY/AFP via Getty Images

Keterangan gambar, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kala masih menjabat presiden menjalani buka puasa bersama Prabowo Subianto dan Joko Widodo pada 20 Juli 2014. Selewat 10 tahun, Prabowo menang di pilpres 2024 dan mengusulkan pembentukan klub kepresidenan yang berisi para mantan presiden.

Bagaimana awal mula mencuatnya ide klub kepresidenan?

Dahnil Anzar Simanjuntak, juru bicara Prabowo Subianto, pertama membahas soal klub kepresidenan saat sesi wawancara virtual dengan Kompas TV pada 29 April.

Saat itu ia ditanya, apakah Presiden Joko Widodo akan ikut berperan dalam penentuan komposisi kabinet menteri di pemerintahan selanjutnya, atau Prabowo akan menentukan sendiri tanpa masukan Jokowi.

Dahnil menjawab, Prabowo akan mendengarkan masukan dari Jokowi, pun dua mantan presiden sebelumnya: Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Megawati Soekarnoputri.

"Bahkan Pak Prabowo secara berulang menyebutkan beliau ingin sekali duduk bareng, diskusi panjang dengan para mantan presiden nantinya, sehingga ada seperti istilah saya itu presidential club," kata Dahnil.

Dahnil Anzar Simanjuntak

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso

Keterangan gambar, Dahnil Anzar Simanjuntak, juru bicara Prabowo Subianto, memberikan keterangan pers di kediaman Prabowo di Jakarta pada 22 April 2024. Dahnil mengungkap rencana Prabowo membentuk klub kepresidenan berisi para mantan presiden di era Reformasi.
Lewati Podcast dan lanjutkan membaca
Investigasi: Skandal Adopsi

Investigasi untuk menyibak tabir adopsi ilegal dari Indonesia ke Belanda di masa lalu

Episode

Akhir dari Podcast

Masukan dari Jokowi, SBY, dan Megawati disebut penting, apalagi mengingat pengalaman panjang ketiganya.

Diskusi langsung antara Prabowo dan ketiganya, tambah Dahnil, bisa memberi contoh baik bahwa "sekeras apa pun kita berbeda, para pemimpinnya itu bisa tetap bersatu memikirkan bangsa dan negara".

Namun, pernyataan Dahnil soal presidential club itu baru ramai diangkat berbagai media massa pada 2 Mei.

Saat dihubungi BBC News Indonesia pada 6 Mei, Dahnil mengatakan ada salah paham bahwa Prabowo, yang juga menjabat Ketua Umum Partai Gerindra, akan membentuk institusi atau lembaga baru bernama presidential club.

Padahal, menurutnya, itu hanya istilah untuk pertemuan informal rutin sebagai wadah silaturahmi antara para mantan presiden dan presiden yang sedang menjabat. Konsepnya disebut merujuk the president's club yang ada di AS.

Dari pertemuan dan diskusi rutin itu, Dahnil bilang Prabowo berharap dapat menjaga "semangat keberlanjutan, semangat persatuan".

"Karena Pak Prabowo visinya keberlanjutan, tentu beliau ingin berdialog, berdiskusi dengan presiden-presiden sebelumnya sebagai upaya untuk melanjutkan semua agenda-agenda pembangunan," kata Dahnil.

"Karena tantangan Indonesia tidak mudah, karena tantangan global itu sangat dinamis, geopolitik dan geostrategi kita sangat dinamis, maka Pak Prabowo sejak awal menyebutkan pentingnya persatuan, pentingnya keguyuban elite."

Prabowo Subianto

Sumber gambar, YASUYOSHI CHIBA/AFP via Getty Images

Keterangan gambar, Kubu Prabowo Subianto, presiden terpilih 2024-2029, melontarkan ide membentuk presidential club yang berisi para mantan presiden di era Reformasi.

Meski baru mencuat seminggu terakhir, wacana pembentukan klub kepresidenan sesungguhnya telah Prabowo sampaikan berulang kali kepada para kader Partai Gerindra setidaknya sejak 10 tahun silam, kata Habiburokhman, wakil ketua umum partai tersebut.

"[Mereka] harus dimintai pendapatnya, karena untuk mengonfirmasi atau menanyakan kebijakan yang pernah diambil, tempat yang paling tepat adalah top leader yang merumuskannya di waktu lalu," kata Habiburokhman, seperti dilaporkan Kompas.

"Jadi, ini sangat serius."

Bagaimana tanggapan Jokowi, SBY, dan Megawati?

Saat dimintai tanggapan soal ide pembentukan klub kepresidenan pada 3 Mei, Presiden Joko Widodo menjawab, "Bagus, bagus."

Mengenai frekuensi pertemuan klub itu, Jokowi berkelakar, "Ya, dua hari sekali ya enggak apa-apa."

Dihubungi terpisah, Ari Dwipayana, Koordinator Staf Khusus Presiden Jokowi, mengatakan penting bagi presiden yang tengah menjabat dan seluruh mantan presiden untuk bersilaturahmi, ada ataupun tidak adanya presidential club.

"Itu pula yang dilakukan Presiden Jokowi selama ini, selalu menjaga silaturahmi dengan mantan presiden, mantan wapres dan tokoh-tokoh bangsa, yang pastinya akan bermanfaat untuk kemajuan bangsa dan negara," kata Ari.

Sejauh ini, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menjabat Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat dan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) belum menanggapi langsung ide pembentukan klub kepresidenan.

Namun, Syahrial Nasution, deputi Badan Penelitian dan Pengembangan Partai Demokrat, mengeklaim SBY setuju dengan ide tersebut.

"Pak SBY setuju. Meskipun tidak harus dilembagakan, presidential club ini diharapkan mampu mempercepat proses pembangunan yang hendak dicapai presiden yang sedang bertugas," ujar Syahrial, seperti dilaporkan Kompas.com.

Jokowi, SBY, Prabowo

Sumber gambar, ADEK BERRY/AFP via Getty Images

Keterangan gambar, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat masih menjadi presiden menjamu Joko Widodo dan Prabowo Subianto di acara buka puasa bersama di Jakarta pada 20 Juli 2014. SBY disebut setuju dengan ide pembentukan klub kepresidenan yang dilontarkan kubu Prabowo.

Senada dengan Dahnil Anzar Simanjuntak, juru bicara Prabowo Subianto, Syahrial pun mengatakan klub kepresidenan ala Indonesia bisa meniru the president's club di AS, yang jadi tempat berdiskusi dan bertukar ide antara presiden saat ini dan para pemimpin sebelumnya.

Di sisi lain, politikus senior PDI-P Hendrawan Supratikno sebelumnya sempat berujar ia percaya Megawati "akan sangat mendukung" ide pembentukan klub kepresidenan, yang menurutnya "bagus dan visioner", merujuk laporan Detik.

Namun, saat dihubungi langsung BBC News Indonesia, Hendrawan tampak lebih berhati-hati.

Menurutnya, bila dieksekusi dengan baik, forum semacam itu memang bisa menjadi "katalisator untuk memecahkan persoalan-persoalan yang strategis dan rumit".

Mengenai dukungan Megawati, ia bilang: "Jangan berandai-andai dulu."

"Intinya kita tunggu penjabaran lebih jelas dari gagasan tersebut," kata Hendrawan.

"Gagasan yang belum matang bisa menimbulkan salah tafsir. Kita ribut-ribut, banyak berwacana, padahal yang dilontarkan baru ide awal."

Masinton Pasaribu, politikus PDI-P lainnya, juga bilang ide soal presidential club ini "belum jelas".

The president's club di AS yang dirujuk Dahnil, kata Masinton, justru "peran dan fungsinya tidak efektif" dan hanya bersifat simbolis.

"Komunikasi presiden yang definitif dengan presiden-presiden sebelumnya akan lebih efektif jika dilangsungkan antar-individu personal ketimbang harus dikumpulkan secara bersama-sama," kata Masinton.

"Jika Pak Prabowo ingin berkonsultasi dan berbagi pandangan kebangsaan dan kenegaraan dengan Ibu Megawati, pastinya setiap saat bisa diagendakan."

Megawati, Prabowo

Sumber gambar, Anton Raharjo/Anadolu Agency via Getty Images

Keterangan gambar, Megawati Soekarnoputri memberikan keterangan pers setelah bertemu Prabowo Subianto di Jakarta pada 24 Juli 2019. Setelah menang di pilpres 2024, Prabowo disebut mengusulkan ide membentuk klub kepresidenan yang berisi para mantan presiden, termasuk Megawati.

Apa motif politik sebenarnya di balik ide klub kepresidenan?

Kuskridho Ambardi, pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, menilai bila ide ini terwujud, Prabowo Subianto bisa memperkuat legitimasinya sebagai presiden.

Apalagi, katanya, sebagian masyarakat - termasuk dari kelompok elite - sempat mempertanyakan hasil pemilihan umum presiden 2024, yang diduga diwarnai kecurangan.

Hal itu disebut bisa diatasi bila Prabowo berhasil merangkul para mantan presiden dan mendapatkan dukungan mereka.

"Saya kira [pembentukan presidential club] itu untuk meningkatkan legitimasi, untuk menjustifikasi bahwa ini adalah representasi Indonesia," kata Kuskridho, yang akrab disapa Dodi.

"Itu biasanya secara sosial diterima. Itu teknik untuk bisa mendapatkan dukungan yang maksimal."

Selain itu, klub kepresidenan pun secara simbolis dapat menampilkan kerukunan para elite politik, seperti yang kerap ditunjukkan mantan presiden AS melalui the president's club di sana, kata Dodi.

Ini penting, terutama mengingat sikap dingin Megawati Soekarnoputri terhadap Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama 20 tahun terakhir dan terhadap Joko Widodo sejak kira-kira tahun lalu.

Hubungan Megawati dan SBY renggang sejak setidaknya 2003, saat SBY memutuskan maju melawan Megawati di pilpres 2004.

Hal itu membuat SBY dikucilkan. Megawati tidak melibatkannya dalam rapat-rapat kabinet, meski SBY saat itu menjabat menteri koordinator bidang politik dan keamanan.

SBY, Megawati

Sumber gambar, STR/AFP via Getty Images

Keterangan gambar, Presiden Megawati Sukarnoputri memberikan keterangan pers pada 20 Maret 2003 ditemani Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang kala itu menjabat menteri koordinator bidang politik dan keamanan.

Dari sanalah muncul politik "terzalimi" SBY, yang membuatnya sukses meraih simpati masyarakat dan memenangkan pemilu 2004.

Pada 2009, SBY dan Megawati kembali bersaing memperebutkan kursi presiden, tapi Megawati kalah lagi.

Akhirnya, hubungan mereka kian renggang. Megawati menolak sejumlah undangan pertemuan dari SBY. Di beberapa acara resmi, mereka pun tercatat hanya bertegur sapa seadanya.

Sementara itu, relasi Megawati dan Jokowi memburuk setelah putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, maju bersama Prabowo di pilpres 2024.

Gibran bisa maju karena putusan kontroversial Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah syarat pencalonan presiden dan wakil presiden. Saat itu MK dipimpin Anwar Usman, adik ipar Jokowi.

Dalam perjalanannya, Jokowi pun tampak condong mendukung Prabowo-Gibran alih-alih pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD yang diusung PDI-P.

"Megawati dan SBY, sudah lima kali pemilu dari 2004 hingga 2024 tidak akrab. Bahkan di 2024 pun antara Megawati dan Jokowi tidak akrab," kata Ujang Komarudin, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia.

"Karena itu yang jadi persoalan, kelihatannya Prabowo ingin menjadi jembatan untuk mempersatukan tokoh-tokoh bangsa tersebut."

Jokowi, Megawati

Sumber gambar, BAY ISMOYO/AFP via Getty Images

Keterangan gambar, Joko Widodo menghadiri acara buka puasa bersama di Jakarta bersama Megawati Soekarnoputri pada 22 Juli 2014. Selewat 10 tahun, hubungan keduanya disebut merenggang, terutama setelah putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, maju bersama Prabowo di pilpres 2024.

Usaha merangkul para mantan presiden juga sejalan dengan usaha Prabowo membentuk "koalisi gendut" demi memperkuat kekuatan politiknya untuk menjalankan pemerintahan lima tahun ke depan, kata Aisah Putri Budiatri, peneliti politik di Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Bila berhasil merangkul PDI-P, yang memiliki perolehan suara terbesar di pemilu legislatif 2024, akan lebih mudah bagi Prabowo untuk merumuskan kebijakan dan menjalankan janji-janji kampanyenya, tambah Aisah.

"Jadi, tidak ada kekuatan oposisi yang secara signifikan bisa menjadi penyeimbang, menjadi pengawas, dan bagi mereka juga pada akhirnya 'memudahkan' pembuatan kebijakan sesuai orientasi pemerintahan tanpa checks and balances yang kuat dari oposisi," kata Aisah.

Apalagi, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Nasional Demokrat (NasDem), yang sebelumnya mengusung pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar di pilpres 2024, telah terang-terangan menyatakan dukungannya ke pemerintahan baru Prabowo.

Surya Paloh, Prabowo Subianto

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Keterangan gambar, Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (NasDem) Surya Paloh menyatakan dukungannya pada pemerintahan Prabowo Subianto, presiden terpilih 2024-2029, setelah keduanya bertemu di Jakarta pada 25 April 2024.

Dalam pemilu legislatif 2024, persentase perolehan suara PDI-P menyentuh 16,72%, sementara suara PKB dan NasDem masing-masing mencapai 10,61% dan 9,65%.

"Yang pasti diincar [untuk masuk koalisi pemerintahan] adalah, satu, yang punya peluang untuk masuk lebih mudah, lebih mudah diajak lobi dalam konteks politik, dan yang kedua, dia punya kekuatan politik besar di parlemen," kata Aisah.

"Masuknya partai bersuara besar pasti signifikan pengaruhnya ke kekuatan politik koalisi pemerintah."

Apa risiko terbentuknya klub kepresidenan?

Kesepakatan-kesepakatan yang tercapai di belakang layar via klub kepresidenan bisa diterjemahkan menjadi kebijakan partai, sehingga meredam perbedaan pendapat saat proses legislasi dan perumusan anggaran di parlemen, kata Silvanus Alvin, pengamat politik dari Universitas Multimedia Nusantara.

Dari sana, mekanisme checks and balances dikhawatirkan tak berjalan semestinya.

"Dalam demokrasi tentu checks and balances menjadi penting," kata Alvin.

"Anggota parlemen tentu bukan kepanjangan tangan dari pemerintah, melainkan suara rakyat."

Parlemen

Sumber gambar, ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA

Keterangan gambar, Rapat paripurna DPR untuk membuka masa persidangan III tahun 2023-2024 pada 16 Januari 2024. Bila berhasil merangkul PDI-P, Prabowo Subianto disebut akan lebih mudah untuk merumuskan kebijakan pemerintahannya tanpa perlawanan berarti di parlemen.

Senada, Aisah Putri Budiatri dari BRIN khawatir apa yang disebut klub kepresidenan ujung-ujungnya akan menjadi "klub elite para sultan" yang memunculkan "oligarki politik luar biasa".

Sebelum pemilu 2024, sistem oligarki memang telah tampak dalam peta politik nasional dan daerah, kata Aisah.

Namun, para elite selama ini tidak secara gamblang "berkumpul jadi satu" seperti yang kemungkinan terjadi melalui klub kepresidenan, tambahnya.

"Oligarki ini kan jadi penyakit yang merugikan demokrasi di Indonesia, karena semua pasti berpihak pada kepentingan oligarki," kata Aisah.

"Dalam situasi kemudian ada presidential club, di mana ini menjadi [tempat berkumpul] leader politik yang penting di level nasional maupun lokal, itu bisa jadi berbahaya, karena semakin mengkristalkan kekuatan oligarki."

Sekarang, kata Aisah, kuncinya ada di tangan Megawati; apakah ia bersedia "rujuk" dengan SBY dan Jokowi serta bergabung dengan koalisi pemerintahan atau setia menjadi oposisi seperti di masa 10 tahun pemerintahan SBY yang lalu.

"Begitu [PDI-P] masuk ke dalam barisan oposisi, maka itu signifikan bisa memengaruhi," kata Aisah.

"Fungsi checks and balances bisa berjalan lebih baik, dibandingkan dengan tidak ada sama sekali oposisi ataupun sangat kecil meninggalkan PKS di sana."