Hati-hati Menyikapi Kekalahan dalam Pilkada

Irna Minauli

Oleh: Irna Minauli, Psikolog

Selalu ada yang kalah dan menang dalam kompetisi di Pilkada. Namun, jika tidak hati-hati dalam menyikapi kekalahan maka seseorang akan mengalami fase duka cita terutama pada tim sukses dan pendukung para calon kepala daerah.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Psikiatri Elisabeth Kubler Ross. Tahap awal, banyak yang mengalami fase denial (penyangkalan) dengan beranggapan bahwa tidak mungkin jagoannya akan kalah.

Mereka beranggapan bahwa karena memilih pasangan tersebut dan di lingkungan tempat tinggalnya kebetulan pasangan calon tersebut menang, maka hal ini dapat memperparah fase penyangkalan ini. Semakin besar pengharapan terhadap calon maka semakin besar fase penyangkalan ini.

Bacaan Lainnya

Fase kedua adalah kemarahan (anger). Mereka merasa dicurangi atau diperlakukan dengan tidak adil sehingga menyebabkan kekalahan. Pada fase kemarahan ini mereka mungkin akan marah pada pihak penyelenggara atau pihak lawan yang dianggap curang.

Fase ketiga, mereka mungkin akan masuk pada fase tawar menawar (bargaining), dengan mengajukan sejumlah penawaran agar pilihannya dapat menang. Fase keempat, mereka dapat mengalami depresi yaitu perasaan murung dan sedih.

Dari fase depresi ini, biasanya akan kembali ke fase sebelumnya yaitu kembali melakukan penyangkalan, tidak terima kekalahan kemudian marah dan depresi. Jika tidak ditangani dengan baik, tidak mengherankan jika banyak yang kemudian mengalami gangguan jiwa.

Akan tetapi, biasanya pendekatan agama dapat mempercepat pencapaian fase terakhir yaitu fase penerimaan (acceptance). Semoga kita semua dapat menyikapi pesta demokrasi ini dengan baik sehingga terhindar dari hal buruk yang tidak diharapkan.

Penyangkalan adalah tahap awal dalam menghadapi duka cita seperti kekalahan dalam Pilkada. Penyangkalan merupakan salah satu bentuk defence mechanism (mekanisme pertahanan) demi melindungi ego yang terluka.

Tentunya kita tidak akan pernah siap menghadapi kegagalan. Semua berharap akan kemenangan. Akibatnya, ketika dihadapkan pada kegagalan maka harga diri pun menjadi hancur. Harapan yang telah dicanangkan menjadi hancur berantakan.

Dalam kondisi jiwa yang rapuh ini maka secara psikologis orang banyak yang mengembangkan mekanisme pertahanan jiwa. Menurut para psikoanalisis seperti Sigmund Freud, ada banyak bentuk defence mechanism ini, salah satunya adalah penyangkalan. Kita seolah tidak percaya dengan kenyataan yang harus dihadapi, yang dirasakan sangat pahit.

Pada kasus mereka yang mengalami kekalahan, mereka tidak percaya bahwa dirinya kalah. Mereka akan mengembangkan perasaan bahwa banyak orang yang memilihnya. Tidak mungkin mereka mengalami kekalahan setelah semua usaha dan jerih payah yang dilakukan.

Tahap selanjutnya dari defence mechanism ini adalah mereka mulai mencari kambing hitam (scape goating). Dengan melemparkan kesalahan pada orang lain mereka berharap bahwa kekalahan itu bukan semata karena kesalahan mereka sendiri.

Tanpa disadari, ketika mereka menyalahkan orang lain sebenarnya mereka sedang melakukan defence mechanism proyeksi. Pada dasarnya, orang akan memproyeksikan apa yang mereka pikirkan atau apa yang biasa mereka lakukan dan melihat seolah orang lain itu juga akan melakukannya. Katakanlah, seseorang yang biasa melakukan kecurangan maka dia akan memproyeksikan dirinya seolah orang lain sedang melakukan kecurangan terhadap dirinya.

Untuk tahap awal, barangkali bentuk-bentuk defence mechanism ini tergolong normal. Akan tetapi, untuk jangka panjang hal ini dapat membahayakan keseimbangan jiwa karena mereka tidak akan pernah menerima realita sehingga hidup di bawah bayangan yang mereka ciptakan sendiri.

Padahal, salah satu karakteristik dari gangguan jiwa adalah ketika seseorang lepas dari kontak dengan realitas. Dikhawatirkan mereka kemudian akan mengembangkan delusi atau waham yang menjadi awal terbentuknya berbagai gangguan jiwa seperti skizofrenia dan paranoia. Oleh karenanya, jangan terlalu lama atau terlalu banyak menggunakan defence mechanism.

Tinggalkan Balasan