Lompat ke isi

Plastikultura

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Plastikultur)
Terowongan tanaman yang terbuat dari plastik, melindungai tanaman dari hujan sekaligus optimisasi penyerapan panas oleh tanaman
Mulsa plastik yang digunakan untuk menumbuhkan strawberry

Plastikultura adalah praktik penggunaan bahan berbasis plastik di dalam usaha pertanian. Bahan plastik sendiri merupakan bahan yang memiliki aplikasi yang cukup luas di berbagai bidang. Namun dalam plastikultura, plastik digunakan sebagai bahan yang berperan penting dalam menunjang pertumbuhan tanaman, seperti plastik pelapis sebagai mulsa, penggunaan plastik transparan untuk fumigasi tanah secara termal, penggunaan plastik sebagai bahan pembuat pipa penyalur air dan nutrisi dalam praktik hidroponik, penggunaan plastik sebagai penampung media tanam yang juga ada pada hidroponik, pembuatan rumah tanaman dari plastik, dan sebagainya.

Polietilen (PE) adalah jenis plastik pelapis yang digunakan oleh sebagian besar petani karena terjangkau, fleksibel, dan mudah diproduksi.[1] PE tersedia dalam berbagai ketebalan, mampu dimodifikasi untuk memberikan sifat tertentu yang menguntungkan tanaman seperti meningkatkan kepadatan untuk mengurangi kehilangan air, meningkatkan kebeningan untuk dijadikan alat fumigasi, pengaturan kadar campuran dan warna plastik untuk melewatkan cahaya pada spektrum tertentu, pelapisan berfluoresensi untuk mempermudah perawatan di malam hari (misal pada tanaman yang berbunga di malam hari), dan sebagainya.[1][2]

Rumah tanaman dan terowongan tanaman

[sunting | sunting sumber]

Rumah tanaman adalah struktur besar yang memungkinkan manusia untuk berdiri dan bekerja di dalamnya. Terowongan tanaman adalah struktur berbentuk terowongan memanjang, umumnya setengah lingkaran. Plastik pelapis rumah tanaman dan terowongan tanaman biasanya memiliki ketebalan antara 80 hingga 220 μm dengan lebar mencapai 20 m. Usia penggunaan plastik antara 6 hingga 45 bulan tergantung pada berbagai faktor.[2] Lapisan polietilen ganda, dengan PE berdensitas tinggi di antara dua PE berdensitas rendah, dibutuhkan pada kondisi lingkungan yang ekstrem.[3]

Terowongan tanaman kecil

[sunting | sunting sumber]

Terowongan tanaman yang kecil tidak memungkinkan manusia untuk masuk di dalamnya. Umumnya berbentuk setengah lingkaran dengan lebar 1 m dan tinggi 1 m. Umumnya memiliki ketebalan plastik lebih rendah dari 80 μm dan usia pakai antara 6 hingga 8 bulan. Terowongan tanaman kecil umumnya tidak begitu populer karena ada pilihan yang lebih tahan lama seperti rumah tanaman berlapis plastik dan pilihan yang lebih murah seperti mulsa plastik.[2]

Mulsa plastik

[sunting | sunting sumber]

Mulsa adalah lapisan tipis plastik yang ditempat di sepanjang lokasi penanaman dengan beberapa lubang di atasnya sebagai tempat tumbuhnya tanaman. Plastik tetap berada di tempat untuk jangka waktu tertentu, umumnya sampai panen tiba. Jika pemanenan dilakukan dengan mesin, plastik harus segera dipindahkan. Fungsi utama dari mulsa plastik adalah menjaga temperatur dan kelembaban tanah agar tetap stabil, mencegah evaporasi dari tanah sehingga menghemat penggunaan air, mencegah tumbuhnya gulma, dna mencegah erosi. Bahan campuran plastik dapat ditambahkan untuk tujuan yang spesifik seperti meloloskan spektrum cahaya tertentu.[2]

Dalam sebuah studi yang dilakukan pada tanaman okra, hasil tanaman, massa maupun jumlah buah, menunjukan peningkatan hingga dua kali lipat ketika menggunakan plastik jika dibandingkan dengan penanaman tanpa mulsa.[4] Mulsa plastik hitam mengendalikan evaporasi dari tanah sehingga mengurangi kebutuhan air irigasi antara 14% hingga 19%,[5] padahal evaporasi dari tanah menghabiskan hingga 50% air irigasi.[6] Waktu berbunga pada tanaman juga menjadi lebih cepat.[4] Penggunaan mulsa plastik difavoritkan di area beriklim kering dan arid di mana sumber daya dan akses terhadap air terbatas.[4] Volume plastik yang dijadikan mulsa di seluruh dunia mencapai 700 ribu ton per tahunnya.[2]

Penggunaan pastik pertama kali dilakukan pada tahun 1948 oleh professor E. M. Emmert yang pertama kali membangun rumah tanaman dari plastik. Jenis plastik yang pertama kali digunakan adalah asetat selulosa. Ia lalu menggantinya dengan lapisan polietilen. Penggunaan plietilen lalu menyebar menggantikan kertas bekas sebagai mulsa pada tahun 1950an.[2] Pada tahun 1999, hampir 30 juta are lahan pertanian telah tertutup mulsa plastik, yang sebagian besar dilakukan di negara miskin dan berkembang dan di daerah yang sebelumnya merupakan gurun, seperti di Almeria, Spanyol selatan.[7]

Konsentrasi terbesar rumah kaca di dunia ada di Asia Timur (Cina, Jepang, dan Korea) (80%) dan Mediterania (15%). Di beberapa tempat, luas lahan yang dijadikan rumah tanaman terus meningkat, seperti di Timur Tengah yang bertambah sekitar 20% per tahunnya. Penggunaan plastik di pertanian di wilayah Afrika dan Timur Tengah meningkat 20% per tahun.

Teknologi plastik terus berkembang sehingga plastik dapat memiliki berbagai karakteristik yang diinginkan seperti ketahanan tinggi, ketebalan tertentu, hingga bersifat biodegradable.Pengembangan terbaru dari plastik pelapis untuk pertanian diantaranya penambahan bahan penghalang UV, penghalang inframerah, penambahan fluoresensi, dan lapisan ultratermik untuk fumigasi tanah.[2]

Daur ulang

[sunting | sunting sumber]

Plastik termasuk komponen yang harus didaur ulang, terutama plastik yang tidak biodegradable. Teknologi untuk mendaur ulang maupun penggunaan kembali plastik telah tersedia dan dilakukan oleh industri plastik sendiri untuk memproduksi resin plastik[8] yang kemudian diolah menjadi plastik jenis lain, atau plastik yang sama jika memungkinkan.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b Allingham Yael (1992). [Plastic Sheets for use in Agriculture]. United States Patent.
  2. ^ a b c d e f g Espí E, Salmerón A, Fontecha A, García Y, and Real A.I. (2006). Plastic Films for Agricultural Applications Diarsipkan 2020-04-14 di Wayback Machine. Journal of Plastic Filming and Sheeting, 22(85):e85-102.
  3. ^ Adam A, Kouider S.A., Hamou A, Saiter J.A. (2005). Studies of polyethylene multi layer films used as greenhouse covers under Saharan climatic conditions Polymer Testing, 24(7):e834–838.
  4. ^ a b c Mamkagh A.M.A. (2009). Effect of tillage time and plastic mulch on growth and yield of okra (Abelmoschus esculentus) grown under rain-fed conditions International Journal of Agriculture and Biology, 11(4):e453-457.
  5. ^ Abu-Awwad A.M. (1998). [Effect of mulch and irrigation water amounts on soil evaporation and transpiration] J. Agron. Crop Sci., 18:e55–59.
  6. ^ Ramakrishna A. et al (2006). [Effect of mulch on soil temperature, moisture, weed infestation and yield of groundnut in northern Vietnam] Field Crops Res., 95:e115–125.
  7. ^ Miles C, Kolker K, Reed J, Becker J. Alternatives to Plastic Mulch for Organic Vegetable Production. Washington State University, 2005.
  8. ^ Plastic mulch film recycling process Diarsipkan 2008-05-18 di Wayback Machine. Agricultural plastics recycling website, accessed 07.09.08

Bahan bacaan terkait

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]